apria492.blogspot.com
PEMBAHASAN
PENGOLAHAN DATA HASIL EVALUASI
Pembahasan
pada bagian terdahulu, dari Bab 1 sampai
dengan Bab IV, dibicarakan mengenai konsepsi evaluasi dan pembuatan alat
evaluasi dengan criteria kualitasnya. Pada bagian ini, sebagai bagian terakhir
pembicaraan kita, akan dibahas mengenai pengolahan data hasil evaluasi, sebagai
tindak lanjut pelaksanaan evaluasi yang telah dibuat.
Pokok –
pokok pembicaraan dalam bagian ini antara lain meliputi pengertian Skor dan
Nialai. Acuan Penilaian Skor, Skala Penilaian, Tarap Serap,dan Peringkat.
Pembahasan mengenai hal-hal tersebut diatas berorientasi pada pekerjaan guru
matematika di sekolah dalam melaksanakan tugas sehari-harinya.
1.
Pengertian
Skor dan Nilai
Sebelum kita
membicarakan tentang pengertian Skor, terlebih dahulu akan dibahas mengenaI
bobot (weight). Bobot adalah berupa bilangan yang kenakan terhadap setiap butir
soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha siswa (testi) dalam
menyelesaikan soal itu. Dalam hal ini tinggi rendahnya usaha itu dipengaruhi
oleh derajat kesukaran dan waktu yang diperlukan untuk menjawab soal yang bersangkutan dengan baik dan benar. Jika derajat kesukaran suatu butir
soal (yang berhubungan dengan jenjang kognitif yang ingin dicapai ) makin
tinggi, maka makin besar pula jika boboy untuk butir soal tersebut, karena memerlukan usaha (kognitif)
yang derajatnya lebih tinggi. Begitu pula jika penyelesaian soal yang bersangkutan makin memerlukan waktu
yang lebih lama dari soal lainnya.
Sebaiknya jika butir soal tersebut tergolong mudah dan waktu penyelesaiannya
relative lebih singkat dari waktu penyelesaian untuk butir lain soalnya, diberi
bobot lebih kecil.
Bobot untuk
suatu butir soal disebut skor untuk butir-butir soal tersebut. Skor untuk
keseluruhan butir soal dari suatu prangkat tes yang di proleh seorang testi
disebut skor tes dari testi tersebut. skor ini disebut skor actual, artinya skor kenyataan (empirik) yang diperoleh siswa.
Jika skor tersebut paling rendah di antara skor-skor yang di proleh siswa-siswa
lainnya, disebut skor minimal aktual . sebaliknya jika tertinggi disebut skor
maksimal aktual. Jika seluruh soal dalam perangkat tes itu dapat
dijawab dengan benar (tanpa salah), sesuai dengan harapan pembuat soal, skor untuk menyatakan kondisi ini di
sebut skor maksimum ideal . dengan demikian skor adalah bilangan
yang merupakan data mentah (raw data) dari hasil suatu evaluasi, belum di olah
lebih lanjut. Jadi bersifat kuantitatif.
Karna skor
masih merupakan datamentah maka tidak dapat diinterpretasikan kalau ia masih
berdiri sendiri,tanpa informasi lain
yang relevan. Misalnya skor siswa A dalam suatu tes adalah 75. Skor tersebut
tidak bisa diinterpretaskan karena tidak ada pembanding (tolak ukur)
sebagai kriterianya . jika skor maksimum
ideal (SMI) nya 100,interpretasi dari skor 75 itu bisa di tafsirkan tergolong
baik, karena tingkat penguasaannya sekitar
75%. Sedangkan jika SMI – nya 500 bisa ditafsirkan tergolong jelek, karena tingkat penguasaannya hanya
sekitar 1,5 %. Jika skor minimal
aktualnya 75 maka interpretasi skor itu sangat
jelek (paling kecil) dibandingkan dengan skor yang
di pilihnya temen-temannya dari
kelompok tes yang
bersangkutan. Begitu pula jika diketahui dua buah skor dari dua subyek
yang berbeda, untuk dua tes yang berlainan tidak bisa ditafsirkan mana yang
lebih baik sebelum diketahaui data lain yang menunjang.
Jika skor
(data mentah) tersebut diolah lebih lanjut dengan menggunakan aturan dan
criteria tertentu sehingga dapat diinterpretasikan, hasil pengolahan tersebut
dinamakan nilai . Nilai ini bisa berupa bilangan (kuantitatif )dan
bisa pula berupa huruf atau kategori (kualitatif ). Misalkan seorang siswa
mendapat skor 90 dari skor maksimal
ideal 100, kemudian skor tersebut diolah dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 10 dan diproleh nilai 9.
Nilai 9 ini sudah dapat
diinterpretasikan bahwa siswa tersebut
tergolog pandai . nilai 9 berupa
bilangan, jika kuantitatif. Jika diolah
ke dalam skala penilaian A,B,C,D,E dan diproleh nilai B, nilai B
tersebut disajikan secara kualiatif.
2.
Acuan Penilaian
Menurut Woodworth (1961:28) ada dua jenis pedoman
yang bisa digunakan untuk menentukan nilai (mengubah skor menjadi nilai)
sebagai evaluasi, yaitu:
1) Dengan cara
membandingkan skor yang diproleh
seorang individu (siswa) dengan
suatu standar yang sifatnya mutlak
(absolut) dan
2) Dengan car
membandingkan skor yang diproleh seorang individu (siswa) dengan skor yang
diproleh siswa lainnya dalam kelompok
tes tersebut .
Cara pertama disebut dengan Penilaian Acuan
Patokan (PAP), terjemahan dari Criterion
Referenced Test CRT atau
Criterion Referenced Evaluation (CRE). Sedangkan cara
keduanya disebut Penilaian
Acuan Normatif (PAN), terjemahan
dari Normative Referenced
Test (NRT) atau Normative Referenced
Evaluation (NRT).
Dari pengertian diatas PAP orientasinya adalah tingkat penguasaan siswa
terhadap seluruh materi yang di teskan, sehingga nilai
yang diproleh mencerminkan persentase tingkat penguasaannya. Sebagai standar yang
sifatnya absolute(mutlak) tersebut
adalah SMI yang sebelumnya
telah ditetapkan oleh
guru atau pembuat
soal, berdasarkan jumlah bobot
untuk setip butir yang disajikan. Nilai untuk setiap individu
dicari dengan membandingkan skor yang bersangkutan
dengan SMI tersebut, sehingga merupakan
persentase tingkat penguasaannya. Sedangkan
PAN orientasinya adalah
kedudukan siswa (individu)
dalam kelompok, sehingga nilai
yang diproleh dengan
system PAN ini
tidak atau kurang
mencerminkan tingkat penguasaan
siswa terhadap seluruh materi test yang diberikan.
Dalam system
PAN, seorang siswa yang tidak dapat
menjawab dengan benar
seluruh butir yang
disajikan , tetapi mendapat sekor
tertinggi dalam kelompoknya, ia akan memproleh nilai tertinggi. Sebaliknya jika seorang siswa
mendapat skor terendah diantar kelompoknya, meskipun cukup banyak butir soal yang dapat dijawab
dengan benar, ia akan memproleh nilai yang paling rendah. Dengan demikian PAN
bisa juga disebut norma kelompok, karena kualitas seorang individu sangat
dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Seorang siswa dalam suatu kelompok lain bisa saja menjadi tergolong siswa yang
bodoh. Dengan menggunakan sisem PAN kelompok pandai bisa diuntungkan dan
sebaliknya kelompok bodoh bisa
dirugikan.
Dari pengertian diatas tampak bahwa system
PAN pengolahan skornya didasarkan atau SMI, skor actual yang diproleh siswa dikompersikan pada
SMI. Sedangkan untuk system PAN pengolahan skor didasarkan atas skor actual dan
tidak memperhatikan lagi SMI.
Kedua system penilaian tersebut di atas,
masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pada system PAP
antara lain adalah kualitas hasil belajar dapat dikontrol, karena nilai yang
diproleh bisa mencerminkan tingkat penguasaan siswa, tetapi kondisi siswa
peserta tes tidak diperhatikan baik secara individu maupun kelompok. Disamping
itu, system PAP kurang memperhatikan bahwa pada hakekatnya setiap penilaian itu
bersifat relative. Artinya cuan mutlak
bagi penilai (guru) yang satu dengan yang lainnya tidak sama, begitu pula jika
ditinjau dari butir soalnya. Misalnya, dengan mrnggunakan system PAP, dua orang siswa mendapat nilai 10 (tertinggi) pada mata pelajaran yang
sama. Nilai tersebut belum tentu kualitas penguasaan kedua siswa tersebut sama,
jika gurunya berlainan atau materi tesnya berlainan. Jadi dengan menggunakan
sistem PAP pun nilai akhir yang diproleh
siswa masih bersifat relative jika kita tinjau dari skala yang lebih luas.
Dengan demikian hanya tes yang benar-benar menggunakan system PAP ini.
Keunggulan pada system PAN adalah bahwa kedudukan
relative siswa dalam kelompoknya dapat diketahui , sesuai dengan sifat dari
nilai tersebut yang tidak mutlak (relatf). Tetapi dengan system PAN ini tingkat
penguasaan siswa terhadap materi tes tidak dapat diketahui , sehingga kualitas
hasil belajar siswa tidak dapat
terkontrol.
Untuk mengatasi kedudukan pada kedua system
penilaian tersebut, sekaligus keunggulannya saling mendukung, digunakan system
penilaian yang merupakan kombinasi dari system PAP dan system PAN. Untuk
penggunaan system kombinasi ini, ada dua cara yang bisa ditempuh, yaitu dengan
menentukan:
1) Rerata dan s dari hasil perhitungan system PAP dan
system PAN, dan
2) Batas lulus
(passing grede) untuk menjaga kualitas lulusan (penguasaan), kemudian dilakukan
perhitungan dengan system PAN.
Lebih jelasnya tentang
penggunaan kedua cara tersebut diatas akan diuraikan pada bagian 5.4 tentang
skala penilaian.
3. Penentuan
skor
Telah
diuraikan di muka bahwa penentuan bobot (skor) untuk setiap butir soal harus
mempertimbangkan kadar-kadar kesulitan dan waktu yang dibutuhkan oleh testi
dalam menyelesaikan soal yang bersangkutan. Kadar kualitas yang lebih tinggi
dan waktu penyelesaian yang lebih lama untuk suatu butir soal akan menentukan
usaha siswa (pikiran dan tenaga) yang lebih banyak. Soal yang kadar kualitasnya
lebih tinggi biasanya memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama, tetapi
tidak setiap butir soal yang memerlukan waktu penyelesaian.
terima kasih
BalasHapus