Rabu, 22 Mei 2013

Evaluasi Matematika

apria492.blogspot.com



PEMBAHASAN
PENGOLAHAN DATA HASIL EVALUASI


Pembahasan pada bagian terdahulu, dari  Bab 1 sampai dengan Bab IV, dibicarakan mengenai konsepsi evaluasi dan pembuatan alat evaluasi dengan criteria kualitasnya. Pada bagian ini, sebagai bagian terakhir pembicaraan kita, akan dibahas mengenai pengolahan data hasil evaluasi, sebagai tindak lanjut pelaksanaan evaluasi yang telah dibuat.
Pokok – pokok pembicaraan dalam bagian ini antara lain meliputi pengertian Skor dan Nialai. Acuan Penilaian Skor, Skala Penilaian, Tarap Serap,dan Peringkat. Pembahasan mengenai hal-hal tersebut diatas berorientasi pada pekerjaan guru matematika di sekolah dalam melaksanakan tugas sehari-harinya.
1.     Pengertian Skor  dan Nilai
Sebelum kita membicarakan tentang pengertian Skor, terlebih dahulu akan dibahas mengenaI bobot (weight). Bobot adalah berupa bilangan yang kenakan terhadap setiap butir soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha siswa (testi) dalam menyelesaikan soal itu. Dalam hal ini tinggi rendahnya usaha itu dipengaruhi oleh derajat  kesukaran  dan waktu yang diperlukan untuk menjawab  soal yang bersangkutan dengan baik dan  benar. Jika derajat kesukaran suatu butir soal (yang berhubungan dengan jenjang kognitif yang ingin dicapai ) makin tinggi, maka makin besar pula jika boboy untuk butir soal  tersebut, karena memerlukan usaha (kognitif) yang derajatnya lebih tinggi. Begitu pula jika penyelesaian soal  yang bersangkutan makin memerlukan waktu yang  lebih lama dari soal lainnya. Sebaiknya jika butir soal tersebut tergolong mudah dan waktu penyelesaiannya relative lebih singkat dari waktu penyelesaian untuk butir lain soalnya, diberi bobot lebih kecil.
Bobot untuk suatu butir soal disebut skor untuk butir-butir soal tersebut. Skor untuk keseluruhan butir soal dari suatu prangkat tes yang di proleh seorang testi disebut skor tes dari testi  tersebut.   skor ini disebut  skor  actual, artinya skor  kenyataan (empirik) yang diperoleh siswa. Jika skor tersebut paling rendah di antara skor-skor yang di proleh siswa-siswa lainnya, disebut  skor minimal aktual . sebaliknya jika tertinggi disebut  skor maksimal aktual. Jika seluruh soal dalam perangkat tes itu dapat dijawab dengan benar (tanpa salah), sesuai dengan harapan pembuat  soal, skor untuk menyatakan kondisi ini di sebut  skor maksimum ideal . dengan demikian skor adalah bilangan yang merupakan data mentah (raw data) dari hasil suatu evaluasi, belum di olah lebih lanjut. Jadi bersifat  kuantitatif.
Karna skor masih merupakan datamentah maka tidak dapat diinterpretasikan kalau ia masih berdiri sendiri,tanpa informasi  lain yang relevan. Misalnya skor siswa A dalam suatu tes adalah 75. Skor tersebut tidak bisa diinterpretaskan karena tidak ada pembanding (tolak ukur) sebagai  kriterianya . jika skor maksimum ideal (SMI) nya 100,interpretasi dari skor 75 itu bisa di tafsirkan tergolong baik, karena tingkat penguasaannya sekitar  75%. Sedangkan jika SMI – nya 500 bisa ditafsirkan tergolong  jelek, karena tingkat penguasaannya hanya sekitar 1,5 %. Jika skor  minimal aktualnya 75 maka interpretasi  skor  itu sangat  jelek (paling kecil) dibandingkan dengan skor  yang  di pilihnya temen-temannya dari  kelompok  tes  yang  bersangkutan. Begitu pula jika diketahui dua buah skor dari dua subyek yang berbeda, untuk dua tes yang berlainan tidak bisa ditafsirkan mana yang lebih baik sebelum diketahaui data lain yang menunjang.
   Jika skor (data mentah) tersebut diolah lebih lanjut dengan menggunakan aturan dan criteria tertentu sehingga dapat diinterpretasikan, hasil pengolahan  tersebut  dinamakan  nilai . Nilai ini bisa berupa bilangan (kuantitatif )dan bisa pula berupa huruf atau kategori (kualitatif ). Misalkan seorang siswa mendapat skor  90 dari skor maksimal ideal 100, kemudian skor tersebut diolah dengan menggunakan skala  1 sampai dengan 10 dan diproleh nilai 9. Nilai 9 ini sudah dapat  diinterpretasikan bahwa siswa tersebut  tergolog  pandai . nilai 9 berupa bilangan, jika kuantitatif. Jika diolah  ke dalam skala penilaian A,B,C,D,E dan diproleh nilai B, nilai B tersebut disajikan  secara kualiatif.
2.     Acuan  Penilaian
Menurut  Woodworth (1961:28) ada dua jenis pedoman yang bisa digunakan untuk menentukan nilai (mengubah skor menjadi nilai) sebagai evaluasi, yaitu:
1)     Dengan cara membandingkan skor yang  diproleh seorang  individu (siswa) dengan suatu  standar yang sifatnya mutlak (absolut) dan
2)     Dengan car membandingkan skor yang diproleh seorang individu (siswa) dengan skor yang diproleh siswa lainnya dalam kelompok  tes  tersebut .

Cara pertama disebut dengan Penilaian Acuan Patokan  (PAP), terjemahan dari Criterion Referenced  Test  CRT  atau Criterion  Referenced  Evaluation (CRE). Sedangkan cara keduanya  disebut  Penilaian  Acuan Normatif  (PAN), terjemahan dari  Normative  Referenced  Test  (NRT) atau Normative  Referenced  Evaluation  (NRT).
Dari pengertian diatas  PAP orientasinya  adalah tingkat penguasaan  siswa  terhadap  seluruh materi  yang di teskan, sehingga  nilai  yang  diproleh  mencerminkan persentase  tingkat penguasaannya. Sebagai standar yang sifatnya absolute(mutlak)  tersebut adalah  SMI yang  sebelumnya  telah  ditetapkan  oleh  guru  atau  pembuat  soal, berdasarkan  jumlah bobot untuk setip butir yang disajikan. Nilai untuk setiap  individu  dicari  dengan  membandingkan skor yang  bersangkutan  dengan SMI  tersebut, sehingga  merupakan  persentase  tingkat  penguasaannya.  Sedangkan  PAN  orientasinya  adalah  kedudukan  siswa  (individu)  dalam  kelompok, sehingga  nilai  yang  diproleh  dengan  system  PAN  ini  tidak  atau  kurang  mencerminkan  tingkat penguasaan siswa terhadap seluruh materi test yang diberikan.
Dalam system  PAN, seorang siswa yang tidak dapat  menjawab  dengan  benar  seluruh  butir  yang  disajikan , tetapi  mendapat  sekor  tertinggi dalam kelompoknya, ia akan memproleh nilai  tertinggi. Sebaliknya jika seorang siswa mendapat  skor  terendah diantar kelompoknya, meskipun  cukup banyak butir soal yang dapat dijawab dengan benar, ia akan memproleh nilai yang paling rendah. Dengan demikian PAN bisa juga disebut norma kelompok, karena kualitas seorang individu sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Seorang siswa dalam suatu kelompok  lain bisa saja menjadi tergolong siswa yang bodoh. Dengan menggunakan sisem PAN kelompok pandai bisa diuntungkan dan sebaliknya kelompok  bodoh bisa dirugikan.
Dari pengertian diatas tampak bahwa system PAN pengolahan skornya didasarkan atau SMI, skor  actual yang diproleh siswa dikompersikan pada SMI. Sedangkan untuk system PAN pengolahan skor didasarkan atas skor actual dan tidak memperhatikan lagi SMI.
Kedua system penilaian tersebut di atas, masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pada system PAP antara lain adalah kualitas hasil belajar dapat dikontrol, karena nilai yang diproleh bisa mencerminkan tingkat penguasaan siswa, tetapi kondisi siswa peserta tes tidak diperhatikan baik secara individu maupun kelompok. Disamping itu, system PAP kurang memperhatikan bahwa pada hakekatnya setiap penilaian itu bersifat relative. Artinya  cuan mutlak bagi penilai (guru) yang satu dengan yang lainnya tidak sama, begitu pula jika ditinjau dari butir soalnya. Misalnya, dengan mrnggunakan system PAP,  dua orang siswa mendapat  nilai 10 (tertinggi) pada mata pelajaran yang sama. Nilai tersebut belum tentu kualitas penguasaan kedua siswa tersebut sama, jika gurunya berlainan atau materi tesnya berlainan. Jadi dengan menggunakan sistem  PAP pun nilai akhir yang diproleh siswa masih bersifat relative jika kita tinjau dari skala yang lebih luas. Dengan demikian hanya tes yang benar-benar menggunakan system PAP ini.
Keunggulan pada system PAN adalah bahwa kedudukan relative siswa dalam kelompoknya dapat diketahui , sesuai dengan sifat dari nilai tersebut yang tidak mutlak (relatf). Tetapi dengan system PAN ini tingkat penguasaan siswa terhadap materi tes tidak dapat diketahui , sehingga kualitas hasil belajar siswa tidak dapat  terkontrol.
Untuk mengatasi kedudukan pada kedua system penilaian tersebut, sekaligus keunggulannya saling mendukung, digunakan system penilaian yang merupakan kombinasi dari system PAP dan system PAN. Untuk penggunaan system kombinasi ini, ada dua cara yang bisa ditempuh, yaitu dengan menentukan:
1)     Rerata    dan s dari hasil perhitungan system PAP dan system PAN, dan
2)     Batas lulus (passing grede) untuk menjaga kualitas lulusan (penguasaan), kemudian dilakukan perhitungan dengan system PAN.
  
Lebih jelasnya  tentang penggunaan kedua cara tersebut diatas akan diuraikan pada bagian 5.4 tentang skala penilaian.

3. Penentuan skor
        Telah diuraikan di muka bahwa penentuan bobot (skor) untuk setiap butir soal harus mempertimbangkan kadar-kadar kesulitan dan waktu yang dibutuhkan oleh testi dalam menyelesaikan soal yang bersangkutan. Kadar kualitas yang lebih tinggi dan waktu penyelesaian yang lebih lama untuk suatu butir soal akan menentukan usaha siswa (pikiran dan tenaga) yang lebih banyak. Soal yang kadar kualitasnya lebih tinggi biasanya memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama, tetapi tidak setiap butir soal yang memerlukan waktu penyelesaian. 




1 komentar: